Sebelum Balo Lipa viral, saya sering mengejek teman saya yang sakit hati karena ditinggal nikah mantannya. “Kena ‘Balo Lipa’?” ejek saya sambil tertawa. Dipikir-pikir, ejekan itu sadis betul walau tujuannya menghibur. Untungnya teman saya itu ikut tertawa.
Peritiwa “Balo Lipa” di Wajo ini setidaknya memberi kita dua pelajaran. Pertama, jangan sembarangan memilih lagu untuk soundtrack nikahan. Akibatnya bisa fatal. Khususnya bagi kamu yang punya mantan orang Bugis, Toraja, atau Mandar, ada baiknya tak usah nyanyi lagu ini.
Jika diundang dan ingin salaman dengan mantan sekadar mengucapkan perpisahan terakhir, mending datang, kasih amplop, kasih senyum bila ada yang mencibir, makan, duduk manis, lalu pulang. Kalau mau menyanyi “Balo Lipa”, ajak teman atau keluarga pergi ke tempat karaoke saja.
Pelajaran kedua, jangan impulsif. Putus dari mantan kadang memang menyakitkan. Tapi, jangan mengobati rasa sakit itu dengan cari pasangan lain dan bahkan mengambil keputusan menikah dalam waktu cepat.
Bayangkan perasaannya istrinya Mas Noki yang duduk di pelaminan. Bayangkan kelak ada yang bikin lagu counter “Balo Lipa” dari perspektif mempelai yang bengong lihat istri/suaminya mellow dengan mantan karena lagu itu. Bayangkan kelak lagu itu juga jadi lagu wajib di nikahan.
Hasilnya nanti, acara pernikahan tak beda dengan ajang battle lagu. Ini nikahan atau “Indonesia Mencari Bakat” sih?
Sumber: mojok.co
Halaman: First | ← Previous | ... | 2 | 3 |4 | Last
Rekomendasi